Brilio.net - Meski telah babak belur oleh Covid 19, ekonomi nasional sedikit banyak mengalami pemulihan. Paling tidak hal tersebut bisa dilihat lewat jumlah wisatawan yang berlibur di Yogyakarta pada akhir tahun. Pekerja di sektor informal maupun UMKM lokal kini kembali dapat menghirup nafas segar dengan hadirnya wisatawan tersebut. Termasuk Bu Ani (53) seorang penerus warung soto dengan nama Soto Pites Mbah galak.

Siang itu, matahari terlalu bersemangat memancarkan sinar sehingga tidak ramah terhadap kulit. Meski demikian, jalanan Jogja tetap ramai dan mengalami macet di beberapa tempat. Tepat tanggal 31 Desember 2023 hari terakhir di tahun itu, di tengah terik saya memutuskan untuk menikmati Soto Pites Mbah Galak di Pasar Beringharjo.

BACA JUGA :
Berjualan sejak masa Orde Lama, kuliner dalam gang buatan adik Yu Djum ini ludes 2 jam

Setibanya di lokasi, Bu Ani beserta suaminya terlihat tengah sibuk melayani pelanggan. Outlet jualan yang tidak terlalu besar itu, tidak pernah sepi pengunjung apalagi di akhir tahun. Kepada saya Bu Ani juga bercerita di momen liburan akhir tahun ini ia memang sengaja untuk tidak libur.

“Pelanggan adalah raja” ungkapan ini juga menjadi pegangan bagi Bu Ani. Keputusannya untuk tidak libur tentu karena bermaksud memanjakan lidah pelanggan. Apalagi ia mengaku bahwa pelanggan tetapnya juga ada yang berasal dari luar kota. Tidak elok rasanya ketika momen mereka bisa berkunjung ke Yogyakarta, soto pites ini justru malah tutup.


“Ibu belum ada libur dari natalan. Harusnya hari selasa libur jadi belum libur-libur. Karena memang momennya kan. Kasihan juga kadang pelanggan dari luar kota kan datang jauh-jauh kita libur nggak ketemu. Pelanggan udah banyak banget. Kadang dari luar kota bawa rombongan bawa rombongan,” ujarnya

BACA JUGA :
Aksi pedagang es buah sulap sedotan jadi sendok ini kreatif, S3 marketing kagum lihatnya

foto: Brilio/Muhammad Rizki Yusrial

Saya pun memesan satu mangkok soto pites ditemani dengan segelas air putih. Tak perlu menunggu lama, soto yang sudah siap santap itu hadir tepat di meja depan saya. Tak lupa, saya juga memesan es kolang kaling sebagai best minuman di warung ini. Sambil makan, Bu Ani duduk di sebelah saya dan bercerita panjang lebar terkait sotonya tersebut.

 

 

Soto legendaris dari 1948

Soto Pites Mbah Galak ini terkenal sebagai soto legendaris di Jogja. Bagaimana tidak, baru 3 tahun Indonesia merdeka, Mbah Galak sudah memulai berjualan soto. Perlu diketahui, bahwa Bu Ani merupakan generasi ketiga dari bisnis soto ini. Ia adalah cucu mbah galak yang merintis soto pites sejak tahun 1948. Disebut legendaris karena usaha ini masih bertahan sejak berjualan keliling hingga akhirnya menetap dan mendapat tempat di Pasar beringharjo.

Bu Ani mengatakan, bahwa Mbah Galak sebenarnya adalah orang Banjarnegara. Neneknya itu memilih merantau ke Yogyakarta untuk mencari peruntungan. Ia memulai usaha soto ini tidak ujug-ujug tetap di satu tempat. Mbah Galak merintisnya sejak masih menggunakan metode pikul.

“Ini mulainya dari tahun 1948, mulainya dari dipikul nggak langsung di pasar. Dipikul ya kan zaman dulu kan pikulan kalau jualan belum ada gerobak zaman waktu itu kan. tahun 48 kan masih tradisional banget,” terang Bu Ani.

Soto pites baru mendapat tempat di Pasar Beringharjo itu di sekitar tahun 60-an. Itupun lokasi berjualan masih terlalu sempit, karena memang Pasar Beringharjo tidak seluas sekarang. Lupa-lupa ingat Bu Ani mengatakan bahwa harga soto pertama kali menggunakan uang logam dengan bolongan di tengah. Ia tidak mengetahui persis berapa nominal uang tersebut.

foto: Brilio/Muhammad Rizki Yusrial

Itu pun sebenarnya tidak diketahui langsung dari neneknya, informasi tentang harga, Bu Ani peroleh lewat salah seorang pelanggan setia. Pelanggan tersebut sudah membeli soto sejak tahun 1948. Pelanggan itu juga menjadi saksi perkembangan soto pites dari tahun ke tahun. Ibu Ani hanya mengingat harga soto di sekitar tahun 70-an. Katanya ketika ingin makan soto orang harus merogoh kocek sebesar Rp 250 rupiah.

Seiring berjalannya waktu, soto pites pernah melakukan pergeseran tempat. Bukan karena kehendak pribadi, melainkan bencana yang tidak diinginkan. Pada tanggal 9 Agustus 1986, Pasar Beringharjo pernah mengalami kebakaran. Kebakaran tersebut terjadi sekitar pukul 10.00 WIB dan menghanguskan sekitar 500 kios dan toko. Akibatnya pedagang di pasar tersebut dengan sangat terpaksa di relokasi.

Meski waktu itu Bu Ani masih kecil, ia mengetahui bahwa warung soto neneknya dipindahkan di Shopping Center, sebuah tempat tidak jauh dari Taman Budaya Yogyakarta. Setelah Pasar Beringharjo kembali dapat digunakan, barulah soto pites kembali dan mendapat kios di tempat itu.

“Tahun 80-an kalau nggak salah sempat kebakaran di sini. Pasar akhirnya diperlebarkan. Direlokasi beberapa kali baru di rolling lah di sini. kan di lotre dapat di sini. sampai sekarang. dulu kecil pojokan itu sampai di lebar-lebar. dulu kecil banget,” imbuh Bu Ani

Usaha Turun Temurun

Setelah Mbah Galak meninggal dunia, usaha soto tidak serta merta menjadi tutup. Anaknya, yang mendapat julukan sebagai mbah galak II meneruskan usaha tersebut. Resepnya diturunkan secara turun temurun. Dari mbah galak dua ini lah soto pites di pasar Beringharjo semakin berkembang.

Pada tahun 2013, Mbah Galak II juga meninggal dunia, Bu Ani sebagai anaknya mengambil langkah untuk meneruskan. Ia mengaku bahwa resepnya tak pernah dirubah. Cita rasa, service bahkan sampai ke merek kecap tak pernah berganti. Bu Ani mengatakan bahwa itulah cara agar usaha soto bisa bertahan dan terus mendapatkan pelanggan.

Sebagai anak dari Mbah Galak II, ia mengaku sering ikut jualan ketika masih SD dulu. Bu Ani tak sempat bertemu dengan Mbah Galak yang pertama. Karena waktu Mbah Galak pertama meninggal ia masih berusia balita. Kegiatannya yang sering membantu jualan tersebut, membuatnya mengetahui cara dan resep membuat soto pites.

“Saat itu ibu pas masih sekolah saat liburan ikut mbah kepasar ikut jualan. jadi kan lama-lama dengan sendirinya tahu, karena diajarin juga. di sini nggak pernah pindah cuma diperlebar aja,” katanya.

foto: Brilio/Muhammad Rizki Yusrial

Saya pertama kali datang ke Soto Pites Mbah Galak ini pada tahun 2022 lalu. Jualannya masih pada satu petak saja. Kini telah diperlebar ke seberang lorong kecil pasar. Soal pelanggan, Soto Pites selalu ramai dikunjungi terlebih pada jam makan siang. Di tahun 2013, Soto Pites Mbah galak di jual dengan harga Rp 6.000 saja. Kini, soto tersebut seharga Rp 13.000.

Dari tahun 1948, Bu Ani mengatakan soto pites hanya menggunakan satu merek kecap yaitu “Achli Masak”. Ia mengaku tak berani mengubah kecapnya karena merek tersebut sudah digunakan oleh Mbah Galak sejak awal. Selain itu, ia juga mengaku kalau ini soal kecocokan antara kuah dan kecap. Tentu akan berubah rasanya bila dipadukan dengan kecap yang berbeda pula.

 

 

Penamaan Pites

Maksud dari penamaan pites dalam soto tersebut diambil dari cara penggunaan cabenya. Jadi, sejak dulu Bu Ani mengaku cabenya langsung di pites tanpa campuran lain. Inilah yang membuat sotonya menjadi khas dibanding soto-soto yang lain. Selain itu Soto Pites Mbah Galak ini juga telah didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) sebagai hak merek.

“Nama pites itu karena cabenya dipites. apa ya cabenya asli itu cabe nggak ada campuran apa-apa. kan kalau diulek itu ada campuran lain kalau ini kan cabe aja udah,” ungkapnya.

Pendaftaran hak merek ke Kemenkumham itu dilakukan demi menjaga orisinalitas. Tentu rugi rasanya bila ada nama lain yang menggunakan nama serupa. Sepengalaman Bu Ani sudah 3 usaha yang menggunakan nama soto pites tersebut. Sebagai tindakan serius, Ia melakukan somasi dan meminta pemilik usaha untuk mengubah namanya.

foto: Brilio/Muhammad Rizki Yusrial

Bu Ani bercerita bahwa ada laporan dari pelanggan yang menemui soto pites di tempat lain. Pelanggan tersebut bermaksud mengonfirmasi apakah itu cabang dari soto pites yang di Pasar Beringharjo. Tentu dengan tegas Bu Ani mengatakan bahwa warung itu tidak ada hubungan dengan soto pites miliknya.

Di lain tempat, Bu Ani pernah mengatakan melayangkan somasi kepada soto pites yang ada di Bali. Setelah diperiksa lewat dokumen terverifikasi, soto milik Bu Ani lah yang lebih dulu menggunakan nama pites. Karena itu, pengusaha yang ada di Bali itu mau tidak mau harus mengubah nama warungnya. Momen tersebut terjadi berulang. Ia mengatakan syukur sudah punya hak merek dari Kemenkumham

“Kemarin dari Bali juga ada soto pites pak jenggot, kita somasi, mereka langsung ini sih agak baru ini. Dia mungkin belum liat kita. Padahal silakan dicek di kemenkumham soal hak. Akhirnya karena dilihat ternyata karena kita duluan. Jadi mereka ya hapus,” cerita Bu Ani.

Hambatan Selama Berjualan

Siapapun akan sepakat dengan pernyataan bu Ani ini, bahwa momen terberat saat berjualan tentu di masa-masa Covid 19. Ia mengaku babak belur karena selama 4 bulan tidak bisa berjualan. Selama itu juga ia hanya mengandalkan uang tabungan yang ada untuk kehidupan sehari.

“Hambatan selama jualan itu ya Corona kemarin. Pasti itu, itu babak belur 4 bulan kita libur baru buka kadang baru seminggu udah lockdown lagi. Itu kan sempat di lockdown dua kali. Itu sih paling turun drastis. Nggak ada orang keluar siapa yang mau beli. nggak boleh ke Jogja orang, pesan lewat aplikasi online pun susah,” keluhnya.

Namun, ketika keadaan semakin membaik, soto pites kembali merangkak naik. Hal ini dipengaruhi oleh soto pites yang sudah legendaris. Sehingga banyak pelanggan kembali ngidam dengan soto tersebut kembali berdatangan ke Pasar Beringharjo.

foto: Brilio/Muhammad Rizki Yusrial

Perlu diketahui, bahwa soto pites buka setiap hari dari jam 7 pagi hingga jam 3 sore. Hari Selasa merupakan hari libur dari soto ini. Awalnya, dari zaman Mbah Galak yang pertama, soto libur pada hari Jumat. Namun ternyata banyak aduan dari pelanggan yang ingin makan soto tersebut di hari Jumat. Atas beberapa pertimbangan, Bu Ani memutuskan untuk memindahkannya di hari Selasa.

“Itu dulunya Jumat. Pokoknya dari ibu awal buka itu Jumat karena kan bapak salat Jumat kan. Tapi lama-lama kan diprotes sama pelanggan. Itu kan kalau orang kantor kalau hari Jumat kan ada waktu sarapan. itu pengen sarapan di sini kita tutup. Terus anak-anak di pondok Jumat libur kita libur juga,” ujar Bu Ani.

Kini usaha Soto Pites Mbah Galak sudah semakin ramai, bahkan Bu Ani mengaku terbesit keinginan untuk membuka cabang. Tapi itu tentu merupakan sebuah rencana yang butuh persiapan matang. Karena itu, Bu Ani mengaku bahwa rencana buka cabang ini mungkin terealisasi tidak dalam waktu dekat-dekat ini.

“Ada sih tapi belum dalam waktu dekat ini. tapi sudah direncanakan. di luar beringharjo,” pungkasnya saat saya tanyakan rencana buka cabang.

(brl/far)

RECOMMENDED