Hada Hiroshi, penjual takoyaki di Solo dengan harga Rp 5 ribu

Hada Hiroshi, penjual takoyaki di Solo dengan harga Rp 5 ribu
foto: Brilio.net/Ivanovich Aldino - Syamsu Dhuha

Brilio.net - Takoyaki merupakan makanan khas asal Jepang. Bentuknya bulat seperti bola kecil-kecil. Makanan ini dibuat dari tepung terigu, di dalamnya diisi potongan gurita. Adonan dimasak di penggorengan berbentuk bulat. Setelah jadi, takoyaki disajikan dengan lumuran saus khusus takoyaki khas Jepang. Takoyaki banyak dijual di pinggir jalan Negeri Sakura itu. Harga yang ditawarkannya pun bervariasi. Jika dirupiahkan, bisa sekitar Rp 43 ribu hingga Rp 72 ribu seporsi.

Hada Hiroshi, penjual takoyaki di Solo dengan harga Rp 5 ribu

foto: Instagram/@anyapipipi


Kini takoyaki nggak cuma ada di Jepang, tapi sudah menjamur di Tanah Air. Kamu bisa menemukan takoyaki ini berbagai tempat, di pinggir jalan hingga ada di mall-mall Indonesia. Umumnya takoyaki dijual dengan harga Rp 10 ribu. Dengan harga itu kamu bisa mendapatkan empat bulat takoyaki. Untuk isiannya, ada berbagai varian. Selain gurita, takoyaki juga diisi dengan sosis, cumi, bakso, keju, dan lain sebagainya.

Namun baru-baru ada takoyaki yang tengah viral di media sosial. Takoyaki asli Jepang namun harganya sangat murah. Disebut asli Jepang karena yang membuat asli orang Jepang. Takoyaki ini berada di Solo, Jawa Tengah. Meski kedai ini berada di jalan sempit dan masuk gang, takoyaki ini sangat ramai pembeli.

Usut punya usut, kedai takoyaki itu punya keunikan tersendiri selain dari harga murahnya, yakni pedagangnya yang tak bisa berbicara Bahasa Indonesia. Nama pria itu adalah Hada Hiroshi. Dia sudah berjualan di Solo sejak Juli 2019.

Mungkin orang bertanya-tanya, kenapa orang Jepang jauh-jauh ke Indonesia hanya untuk berjualan takoyaki?

Hada Hiroshi, penjual takoyaki di Solo dengan harga Rp 5 ribu

foto: Brilio.net/Ivanovich Aldino


Pertama kali Hiroshi datang ke Indonesia, ia pernah mencicipi takoyaki yang ada di Jakarta. Namun setelah mencoba takoyaki tersebut, Hiroshi menilai rasanya jauh berbeda dengan yang ada di Jepang. Mulai dari struktur bentuk hingga adonannya, ia nilai berbeda jauh dengan cita rasa Jepang sesungguhnya. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, untuk bahan isiannya takoyaki yang biasa dijual di Indonesia memang beragam varian. Sedangkan kalau asli Jepang yang namanya takoyaki hanya gurita. Tako merupakan bahasa Jepang, yang artinya gurita.

Muncullah ide Hiroshi untuk bisa menyampaikan kepada masyarakat Indonesia. Seperti apa sih, sebenarnya takoyaki asli Jepang itu. Bagi Hiroshi menjual takoyaki ini adalah pengalaman pertama kali baginya.

"Memulai dari wajan yang kecil, saya merintis dari kecil," kata Hiroshi ketika ditemui brilio.net beberapa waktu lalu. Sekadar diketahui, perbincangan kala itu dibantu oleh Muslim Fuadi, salah seorang pembeli yang kebetulan fasih berbahasa Jepang. Kemudian Muslim Fuadi membantu menerjemahkan wawancara brilio.net dengan Hiroshi hingga usai.

Pada mulanya sebelum berjualan takoyaki, Hiroshi memang sudah berniat ke Solo untuk tinggal bersama istri dan keluarganya. Tak ada yang menyangka kalau akhirnya ia berjualan takoyaki. Pertama kali ia berjualan, Hiroshi mencoba menawarkan kepada tetangga sekitar. Secara gratis tanpa dipungut biaya sepeserpun. Kemudian ia melanjutkan untuk menjual takoyaki dengan target pasar anak-anak.

Hada Hiroshi, penjual takoyaki di Solo dengan harga Rp 5 ribu

foto: Brilio.net/Syamsu Dhuha


Hiroshi dulunya hanya mematok harga Rp 500 setiap satu butir takoyakinya. Alasan murahnya itu karena dijual di dalam gang yang cukup sempit, membuat kedainya terkadang sepi pengunjung. Maka dari itu sampai saat ini ia tetap menjual takoyaki dengan harga yang begitu murah.

"Untuk menstabilkan masalah pengeluaran dan pemasukannya," lanjutnya.

Berbicara mengenai Hada Hiroshi yang tak bisa berbahasa Indonesia maupun Inggris, sebenarnya ia sangat ingin belajar Bahasa Indonesia. Akan tetapi, ia ingin membuat keunikan. Bahasa Jepang adalah ciri khas tersendiri bagi kedai Takoyaki milik Hada Hiroshi. Mau tidak mau ia tetap menggunakan Bahasa Jepang.

Para pengunjung pun justru lebih tertarik jika tahu kalau Hiroshi hanya bisa Bahasa Jepang. Apabila ada pelanggan yang ingin memesan namun tak bisa Bahasa Jepang, Hiroshi menyerahkannya pada istri dan asistennya di belakang.

"Saya sebenarnya sangat ingin bisa Bahasa Indonesia. Selain daya tariknya dari takoyaki dibuat yang dibuat sedekat mungkin dengan rasa yang ada di Jepang," lanjutnya.

Hada Hiroshi, penjual takoyaki di Solo dengan harga Rp 5 ribu

foto: Brilio.net/Syamsu Dhuha


Untuk takoyaki buatannya, Hiroshi telah mencoba campuran berbagai saus berasal dari Indonesia dan Jepang. Dalam sehari khusus untuk takoyaki, Hiroshi bisa menghabiskan tepung sebanyak empat kilogram. Seharinya Hiroshi bisa mendapatkan keuntungan rata-rata hingga Rp 600 ribu. Nilai keuntungan itu adalah yang tertinggi selama ia berjualan sampai saat ini.

Kedai takoyaki milik Hada Hiroshi buka mulai pukul 15.00 sore hingga 20.00 WIB malam. Menu yang ia jual ada tiga macam, yaitu takoyaki, ramen, dan gyouza. Ketiga menunya semua dihargai murah meriah. Harga takoyakinya Rp 5 ribu dapat 3 biji dan Rp 10 ribu sudah dapat 7 biji. Untuk harga ramen, satu mangkuknya hanya Rp 12-13 ribu saja. Dan terakhir, gyouza goreng dan bakar dijual Rp 5 ribu sudah dapat 5 buah.

Hada Hiroshi, penjual takoyaki di Solo dengan harga Rp 5 ribu

foto: Brilio.net/Nur Luthfiana


Selama ini Hiroshi lebih sibuk mengurusi pembuatan takoyaki. Namun ketika takoyaki tidak terlalu ramai, Hiroshi juga akan membuat ramen dan gyouzanya sendiri. Hiroshi membuat takoyaki sesimpel mungkin yang sekiranya bisa dihargai sesuai dengan patokan untung-ruginya.

"Tapi berhubung untuk yang membuat takoyaki itu butuh keterampilan khusus atau kewaspadaan yang khusus, makanya mau nggak mau biarpun yang lain sudah pernah diajarkan tapi masih belum terlalu bisa," tutup Hiroshi.






(brl/gib)

Video

Selengkapnya
  • Jalan Makan Shiki, resto sukiyaki bergaya kansai daging disajikan dengan permen kapas

    Jalan Makan Shiki, resto sukiyaki bergaya kansai daging disajikan dengan permen kapas

  • Jalan Makan Kari Lam, jualan sejak 1973 membawa rasa nostalgia

    Jalan Makan Kari Lam, jualan sejak 1973 membawa rasa nostalgia

  • Jalan Makan Sroto Eling-Eling, gurihnya kuah dan melimpahnya daging kuliner Banyumas

    Jalan Makan Sroto Eling-Eling, gurihnya kuah dan melimpahnya daging kuliner Banyumas

Review

Selengkapnya