Brilio.net - Di Bantul terdapat beraneka ragam kuliner yang memanjakan lidah pecinta makanan, mulai dari sate klatak, ayam kampung, hingga mangut lele. Namun tak banyak yang tahu, wilayah di selatan Kota Jogja ini rupanya punya kuliner unik lain yang nggak kalah menggoda.

Yap, tahu pong Mbah Tini yang berlokasi di Jalan Srandakan, Jigudan, Triharjo Bantul. Meskipun harus menempuh 37 menit dari pusat kota, nyatanya warung ini selalu ramai pembeli.

BACA JUGA :
Lezatnya mi mercon buatan muazin Masjid Gedhe, tetap diburu pembeli walau ada di gang sempit

Para pelanggan sudah berdatangan, bahkan baru satu jam warung ini buka. Beberapa mobil berderet di sepanjang jalan untuk mengantri membeli tahu pong. Brilio.net mendatangi warung dengan bangunan sederhana yang masih menggunakan dinding papan pada pukul 15.00 WIB, saat matahari menuju ufuk barat. 


dibalik ramainya kuliner tahu mbah tini
Brilio.net/Ferra Listianti

BACA JUGA :
Jelajahi kuliner khas India di hotel, bersama Chef Ranjit Debnath

Sebelum mulai memesan, Mbah Tini, pemilik warung mempersilahkan untuk mencicipi tahu dengan gratis. Terlihat tahu pong yang sudah digoreng berwarna kecoklatan, diletakkan di tampah bambu anyaman. Harga satu bungkusnya Rp 10.000 dengan isian 16 tahu. Jika dihitung satuan, tahu Mbah Tini dijual seharga Rp 500 per biji.

Sambil menunggu pesanan tahu, saya tertarik untuk berbincang dengan Mbah Tini pemilik warung. Mbah Tini pun dengan ramah mempersilahkan saya untuk bertanya-tanya. Namun, ia tetap pada posisinya menggoreng tahu untuk para pelanggan.

Pernah jual sayur di pasar

Dengan kepulan asap dari pembakaran tungku kayu bakar, wanita dengan nama asli Pratini ini mengungkap sudah berjualan lebih dari 25 tahun. Sejak 1998, ia menjajakan tahu pong ditemani dengan sang suami. Selama itu pula, Pratini memilih memasak tahu menggunakan tungku dan kayu bakar.

"Dulu awalnya pakai minyak tanah. Minyak tanah mahal terus pakai kayu. Pakai kayu lebih enak rasanya," tuturnya, Kamis (19/10).

Sebelum terjun sebagai pedagang tahu, wanita yang akrab disapa Mbah Tini ini dulunya merupakan penjual sayur di pasar. Tak berlangsung lama, pekerjaan tersebut ia lakoni hanya setahun. Ia pun pilih fokus untuk berdagang tahu pong, lantaran ditawari saudaranya yang sudah sukses sebagai juragan tahu untuk menjajakan tahu goreng.

"Sempat jualan di pasar. Terus saudara nawari jualan tahunya dia. Dia bilang ‘mau sampai kapan jualan sayur. Anakmu semakin lama semakin gede. Butuh biaya’. Yaudah sekarang jualan tahu," terangnya, seraya meladeni pembeli.

Awal berjualan, ibu lima anak ini tak langsung membuka warung seperti yang bisa dikunjungi sekarang. Dulu ia menjajakan di pinggir jalan dengan warung yang lebih kecil. Lokasinya tak jauh dari tempatnya berjualan saat ini. Sudah 18 tahun ia menempati warung tersebut. Sebelum akhirnya, ia harus pindah lantaran ada penggusuran untuk pelebaran jalan.

dibalik ramainya kuliner tahu mbah tini
Brilio.net/Ferra Listianti

"Dulu jualannya di sebelah utara sana. Ada pelebaran jalan karena dulu di bahu jalan, sekarang pindah kesini. Di tempat ini kurang lebih 7 tahun," ucap sang suami yang ikut bantu memasak.

Mengambil bahan baku tahu dari rumah saudaranya yang juga juragan tahu, Mbah Tini melakukan sendiri mulai dari proses mengolah tahu, menggoreng dan menjualnya ke pembeli. Agar menghasilkan tahu yang gurih dan renyah, ia menaburkan bumbu berupa garam dan bawang ke tahu yang direndam di ember. Proses perendaman tahu agar bumbu merasuk dengan sempurna butuh waktu sekitar 4 jam. Diakuinya, ia sedari pagi sudah harus menyiapkan semuanya.

"Tak ambil, tak kasih bumbu. Yang kasih bumbu aku. Bumbunya bawang sama garam direndam selama 4 jam," terangnya.

 

 

Pelanggan dari berbagai kota bahkan mancanegara

Tahu goreng ini sudah cukup terkenal dan legend di Bantul. Kendati warungnya tergolong tak mewah dan tampak sederhana, pembeli datang silih berganti. Dalam satu hari, Tini mengungkapkan bisa menjual sampai 2.400 tahu goreng.

"Sehari bisa jual 10-12 ember. Satu ember itu isi (tahu) ada 240 biji," imbuhnya.

Tahu pong milik Mbah Tini ini disukai banyak kalangan, termasuk dari luar kota. Ada yang berasal dari Jepara, Jakarta, bahkan Sumatera. "Jauh. Solo, Prambanan, Magelang. Ada yang jauh dari Swiss datang kesini," ungkap Mbah Tini.

Pelanggan yang datang pun tak hanya membeli satu bungkus tahu. Disebutkan, jika mereka ada yang memborong sampai puluhan ribu. Kala Brilio.net mendatangi warungnya, ada pelanggan yang sengaja memborong hingga Rp 100 ribu dengan membawa keranjang sendiri. Pelanggan tersebut bukanlah satu-satunya, sebab ada yang membeli hingga raturan ribu untuk mencicipi tahu miliknya.

"Rp 200 ribu, Rp 400 ribu juga pernah," papar Mbah Tini.

Banyak pelanggan yang yang terus kembali tak lain karena cita rasa tahu pong yang konsisten sejak dulu. Seperti yang diungkapkan Ismi, pelanggan dari Solo.

"Lebih gurih sih ini. Biasanya beli Rp 20 ribu. Kalau pulang ke Jogja (dari Solo) selalu mampir kesini," katanya.

dibalik ramainya kuliner tahu mbah tini
Brilio.net/Ferra Listianti

Juga yang diungkapkan oleh Edi, pelanggan setia tahu pong Mbah Tini. Sejak pertama kali membeli, pria yang tinggal di Giwangan, Yogyakarta ini selalu mampir membeli tahu pong ketika pergi ke daeah Bantul.

"Emang disini beda, enak, gurih, renyah. Bumbunya merata," ujarnya.

Nggak hanya dinikmati sendiri, Edi bahkan membeli untuk dibagikan kepada saudara-saudaranya yang tinggal tak jauh dari lokasi warung Mbah Tini.

"Ini beli buat saudara juga. Di Sanden jadi sekalian mampir," tambah Edi.

Warung tahu pong ini buka setiap hari pukul 14.00-18.30.

"Mboten tau prei kulo, nyeliki, eman-eman, priyayi adoh-adoh (Tidak pernah libur saya, membuat kecele, sayang, orang jauh-jauh)," kata Mbah Tini.

Terbantu karena pelanggan setia

Namun demikian, membangun usaha tahu pong yang bisa dikenal banyak hingga mancanegara terbilang cukup sulit. Di awal jualannya, mereka bahkan masih kesusahan menggaet pembeli. Ia mengisahkan, jika kala itu ia menjual tahu pong dengan porsi yang tak menentu.

"Dulu jualan sampai jam sore itu saja kita cuma laku kadang 3 kadang 4 biji," kata Mbah Tini sambil tersenyum.

Meski begitu, Mbah Tini dan suaminya yakin pada saatnya akan semakin banyak orang mengenal tahu pong yang mereka jajakan. Titik balik jualannya terjadi kala pelanggan yang ternyata penyiar radio, menyiarkan warungnya kepada pendengar setianya. Sejak itulah, banyak orang yang melirik warung tahu miliknya.

dibalik ramainya kuliner tahu mbah tini
Brilio.net/Ferra Listianti

"Bapak Rujito penyiar Retjo Buntung dulu, sekarang udah meninggal. Nyiarin di radio. Dia setiap hari datang beli tahu. 'Jangan lupa membeli tahu Mbah Tini di Jalan Srandakan'," begitu ujarnya.

Hingga kini, banyak pelanggan dan YouTuber yang berdatangan ke warungnya. Mbah Tini pun menceritakan pernah mendapatkan pelanggan dari pecinta kuliner dengan membeli 100 kantong untuk dibagi-bagikan gratis.

Tak berniat membuka cabang

Warung ini, kini menjadi sumber kehidupan keluarga Mbah Tini dan suaminya. Mereka merasa cukup dengan usahanya dan tak terpikir untuk mencoba melebarkan sayap dan membuka cabang di mana-mana.

Tapi ia tak menampik, jika anaknya ada yang berkenan meneruskan usaha ia akan mendukung untuk membuka cabang.

"Besok. Anak saya yang tinggal di Imogiri mungkin mau buka cabang disana. Tapi sekarang anaknya masih kecil-kecil," paparnya.

Ibu lima anak ini pun menuturkan jika ia tak pelit ilmu jika ada orang yang bertanya tentang resep maupun rahasia bisa ramai pembeli. Katanya, tetangganya ada yang juga menjual tahu pong setelah sebelumnya belajar berjualan dengannya.

dibalik ramainya kuliner tahu mbah tini
Brilio.net/Ferra Listianti

"Tetangga saya, di depan pasar bantul. Sebelah selatan jalan," ucapnya.

Selama satu tahun, tetangganya belajar banyak. Bukan hanya cara meracik bumbu tahu agar menghasilkan citarasa yang gurih, namun juga cara menggoreng. Mbah Tini bahkan tak segan meminjamkan motor untuk jadi moda transportasi tetangganya yang kala itu masih kesusahan ekonomi.

"Dulunya belum punya apa-apa. Pakai motor ini juga (sembari menunjukkan motor tua yang jadi transportasi membawa tahu) ke rumah," cerita Mbah Tini

(brl/ola)

RECOMMENDED